Dinamika Hubungan Pemerintah Pusat Dengan Pemerintah Daerah Negara Kesatuan Republik Indonesia (Federalism in the Unitary States)

19/03/2015 21:40

    “Federalism comes to intervene and break our Unitary States”, kalimat tersebut adalah bentuk ungkapan yang mungkin tepat untuk mencerminkan dinamika hubungan antara Pemerintahan Pusat dengan Pemerintahan daerah Negara Kesatuan Republik Indonesia pada saat ini. Esensi dari pada Negara Kesatuan terkesan mulai pudar. Hal ini salah satunya tampak jelas pada kasus GKI Yasmin. Dalam kasus tersebut tampak jelas bahwa telah terjadi penyimpangan kekuasaan. Putusan baik yang telah dikeluarkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara hingga MA sekalipun diabaikan oleh Pemerintah Daerah setempat. Dari kasus tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwa kurangnya harmonisasi dalam hubungan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah.

    Kepentingan politik tertentu terkadang masih menjadi persoalan utama dalam sistem pemerintahan di Negara ini. Misalnya dalam kasus GKI Yasmin tersebut, kepentingan politik mungkin menjadi salah satu indikator dari tidak dilaksanakannya putusan yang telah dikeluarkan PTUN hingga MA terhadap pencabutan IMB (Ijin Mendirikan Bangunan) oleh pemerintah daerah setempat kepada pihak GKI Yasmin. Buruknya, dapat dibilang bahwa Agama telah dijadikan topeng politik pihak tertentu. Politik demi mewujudkan tujuan dan ambisi oknum-oknum tertentu. Akhirnya konsep Negara hukum (rechtstaats) pun terkesan mulai susah untuk diterapkan dengan baik. Negara hukum yang memiliki ciri khas mengenai jaminan atas Hak Asasi Manusia (HAM) dan pemerintahan yang berdasarkan pada undang-undang kini mulai terpinggirkan.

    Sejarah mengatakan bahwa Negara Indonesia terbentuk atas semangat persatuan dan kesatuan. Ribuan bahkan jutaan nyawa dikorbankan demi kemerdekaan Negara ini. Berbeda dengan kondisi sekarang ini, kemerdekaan diartikan sebagai suatu kondisi bebas untuk mewujudkan kepentingan politik seseorang. Sehingga dalam Negara kesatuan sekarang ini terdapat banyak orang yang terlena dalam kemerdekaan dan terkesan berjuang demi terwujudnya tujuan hidupnya sendiri. Negara pun mulai kehilangan identitasnya, sebagai suatu sistem yang mengatur hubungan-hubungan yang ditetapkan oleh dan di antara manusia sendiri, sebagai satu alat untuk mencapai tujuan-tujuan; yang paling penting diantaranya ialah satu sistem ketertiban yang menaungi manusia dalam melakukan kegiatan-kegiatannya. Organ-organ pemerintahan yang seharusnya saling berkoordinasi satu sama lain malah cenderung bergerak sendiri demi mewujudkan tujuan politik tertentu diantara mereka. Tidak jelas siapa dan apa yang mereka perjuangkan.

      Terfokus pada permasalahan yang timbul pada pemerintahan NKRI pada saat ini, salah satunya yang tampak jelas muncul ke permukaan ialah kurangnya harmonisasi hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Indonesia yang merupakan Negara kesatuan yang juga menerapkan prinsip-prinsip dekonsentrasi dan desentralisasi yang melahirkan kebijakan sistem otonomi daerah, dianggap wajar apabila terjadi dua pemerintahan didalam Negara kesatuan. Hal ini sesuai dengan makna dekonsentrasi dan desentralisasi serta otonomi daerah itu sendiri. Dekonsentrasi dan desentralisasi yang diwujudkan dalam otonomi daerah memiliki arti sebagai upaya pemerintah pusat untuk mewujudkan tujuan Negara dengan memberikan sebagian daripada kewenangan yang ada kepada daerah-daerah. Dapat disimpulkan bahwa otonomi daerah merupakan suatu sistem kebijakan yang diterapkan dengan memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur daerahnya sendiri. Namun terdapat satu hal yang harus bisa diantisipasi terhadap pelaksanaan kebijakan ini. Kemungkinan akan timbulnya paham federalisme dalam Negara kesatuan haruslah dihindari. Hal itu dapat dicegah dengan pemahaman mendalam akan konsep kebijakan otonomi daerah. Perlu juga dibedakan antara kewenangan dan kedaulatan. Jangan sampai kewenangan yang diberikan kepada daerah oleh pemerintah pusat diartikan sebagai kedaulatan untuk bergerak semaunya. Karena pada intinya baik kewenangan dan kedaulatan itu merupakan dua hal yang berbeda namun saling memiliki keterkaitan satu sama lain yang dapat diumpamakan selayaknya dua sisi mata uang logam.

    Mengacu pada Penjelasan Umum UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan, pemberian otonomi kepada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota didasarkan kepada asas desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata, dan bertanggungjawab. Kewenangan otonomi yang luas, nyata dan bertanggungjawab adalah keleluasaan Daerah untuk menyelenggarakan secara nyata pemerintahan yang mencakup semua bidang pemerintahan, kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dengan mengupayakan tanggungjawabnya terhadap konsekuensi hak dan kewajiban terhadap kewenangan yang telah diberikan. Oleh karena itu indikasi berkembangnya paham federalisme daerah-daerah sebagai akibat dari kesalahan dalam memaknai arti otonomi daerah harus dicegah. Karena benar yang dikatakan oleh Lord Acton, “Power tends to corrupt, absolute power tends to corrupt absolutely”. Kecenderungan penyelewengan kekuasaan itu akan selalu ada selama masih terdapat tahta kekuasaan.

     Selayaknya sesuatu yang telah mengakar kedalam, permasalahan kurangnya harmonisasi hubungan antara pemerintahan pusat dan daerah ini timbul sebagai dampak daripada pemberian otoritas terhadap daerah seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Oleh karena itu perlu adanya check and balance antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Jangan sampai pemberian kewenangan kepada Pemerintah Daerah menjadi boomerang terhadap pelaksanaan program pemerintahan yang telah diimpikan selama ini oleh konstitusi kita UUD Negara Republik Indonesia 1945 demi terwujudnya welfare-state in rechtstaats system. Jauh lebih mendalam diharapkan kontribusi semua partai politik dalam merekrut kader-kader partai juga melalui fit and proper test. Hal itu setidaknya dapat meminimalisir munculnya seorang calon pemimpin daerah yang angkara murka. Sehingga segala kebijakan yang diambil oleh pemerintah daerah tidak bertentangan dengan program yang diagendakan oleh pemerintah pusat. Hal ini penting agar kesejahteraan rakyat (welfare) yang dicita-citakan dapat terealisasikan

 

 

Original Writing Assignment of Administration Law

No Copy Paste !!!

 

 

© 2014 Faculty Of LAW GAMADA

Make a website for freeWebnode